Senin, 12 November 2012

Bau Nyale.

Bau Nyale.
 Bau Nyale adalah sebuah peristiwa dan tradisi yang sangat melegenda dan mempunyai nilai sakral tinggi bagi suku Sasak. Tradisi ini diawali oleh kisah seorang Putri Raja Tonjang Baru yang sangat cantik yang dipanggil dengan Putri Mandalika. Karena kecantikannya itu para Putra Raja, memperebutkan untuk meminangnya. Jika salah satu Putra raja ditolak pinangannya maka akan menimbulkan peperangan. Sang Putri mengambil keputusan pada tanggal 20 bulan kesepuluh untuk menceburkan diri ke laut lepas. Dipercaya oleh masyarakat hingga kini bahwa Nyale adalah jelmaan dari Putri Mandalika. Nyale adalah sejenis binatang laut berkembang biak dengan bertelur, perkelaminan antara jantan dan betina. Upacara ini diadakan setahun sekali. Bagi masyarakat Sasak, Nyale dipergunakan untuk bermacam-macam keperluan seperti santapan (Emping Nyale), ditaburkan ke sawah untuk kesuburan padi, lauk pauk, obat kuat dan lainnya yang bersifat magis sesuai dengan keyakinan masing-masing. Upacara Rebo Bontong Upacara Rebo bontong dimaksudkan untuk menolak balaĆ¢ (bencana/penyakit), dilaksanakan setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut kepercayaan masyarakat Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong adalah merupakan puncak terjadi Bala (bencana/penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo Bontong. Rebo Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong yang berarti putus sehingga bila diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara Rebo Bontong ini sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Pringgabaya.

Minggu, 04 November 2012

TAMAN LINGSAR


TAMAN LINGSAR 
Di Desa Lingsar terdapat sebuah taman peninggalan sejarahdan purbakala yang cukup terkenal. Di dalamnya terdapat dua jenis sarana kegiatan ritual keagamaan dari dua kelompok masyarakat dengan latar belakang sejarah dan suku yang berbeda. Di antara keduanya menamakan peninggalan bersejarah ini dengan sebutanyang berbeda menurut kepentingan masing-masing. Akan tetapi dalam tulisan ini disebut Taman Lingsar saja.Di dalam taman ini terdapat dua buah bangunan pura yang penting yaitu Pura Ulon dan Pura Gaduh. Pura Ulon Merupakan bangunan pertama di Lingsar terletak di sebelah timur kompleksTaman Lingsar sedangkan Pura Gaduh terletak di dalam kompleks taman, masyarakat umum mengenalnya dengan sebutan Pura Lingsar saja.Kompleks bangunan ini dibedakan menjadi beberapa bagian atau kelompok bangunan yaitu:
  • Kompleks kolam kembar bagian paling depan,
  • Halaman taman bagian atas di depan pura,
  • Halarnan bencingah bagian bawah depan kemaliq,
  • Kelompok  bangunan pura di depan pagar,
  • Kelompok bangunan kemaliqdengan pesiraman di dalam pagar,
  • Telaga ageng di sebelah selatan,
  • Pancuran sembilan yaitu tempat pemandian laki-laki.Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dalam kompleks taman initerdapat pura dan kemaliq.
Adapun fungsi masing-masing antaralain:
  • Pura merupakan saranakegiatan ritual bagi pemeluk agama Hindu, padaumumnya bagi masyarakat Bali.
  • Kemaliq merupakan saranakegiatan ritual bagi wargamasyarakat Wetu Telu yang pada umumnya dari suku Sasak.
 Kedua kompleks bangunan ini letaknya bersebelahan, menempati sisi sebelah timur kompleks taman. Antara keduanyadibatasi oleh pagar tembok. Pada tembok pembatas tersebut terdapatdua buah pintu penghubung. Secara visual tampak dari luar sebagaisebuah bangunan.Dalam perkembangan selanjutnya, kemaliq tidak hanyadigunakan sebagai tempat pemujaan bagi orang-orang suku Sasak saja tetapi banyak juga warga keturunan China yang berkunjungkemari. Mereka pada umumnya penganut ajaran agama Budha KongFu Tse. Dengan demikian kelompok masyarakat yang melakukan pemujaan di tempat ini menjadi bertambah. Suatu bentuk kebhinekatunggalikaan yang sangat unik. Di lihat dari sisi kultur Taman Lingsar memiliki keunikan tersendiri sehinggakeberadaannya menarik banyak pihak-pihak yang merasa berkepentingan, sehingga semakin banyak pula pihak yang menaruh perhatian. Sebagai sebuah obyek peninggalan,sejarah dan purbakaladengan ciri yang khas dan unik. Taman Lingsar ini berfungsi sebagaitempat ritual keagamaan, sarana rekreasi dan fungsi sosial bagimasyarakat sekitarnya.Di tinjau dari segi usia dan keberadaannya, pura di tamanLingsar ini termasuk bangunan pura yang tertua di Pulau Lombok.Dibangun pada masa awal kedatangan orang Bali di Lombok denganmaksud untuk menetap yaitu pada akhir abad ke 17 M. Latar  belakang sej arah dari Taman Lingsar tidak dapat dipisahkan dariTaman Mayura, Pura Meru di Cakranegara, Pura Suranadi diSuranadi, dan Taman Narmada, sedangkan kemaliq sebenarnyasudah ada sebelum orang Bali datang di Lombok sebagai tempat pemujaan bagi penganut Wetu Telu. Ajaran Wetu Telu padadasarnya merupakan perpaduan antara agama Hindu (Adwanta),agama Islam (sufisme), dan panteisme.Agama Hindu yang di bawa oleh orang-orang Bali padawaktu itu tidak boleh dipaksakan kepada orang lain. Yang bolehdipaksakan oleh raja Bali pada waktu itu hanyalah bahwa semuaorang harus menyampaikan terima kasih kepada Tuhan menurutcaranya masing-masing. Berdasarkan prinsip tersebut, Raja Anak Agung Made Karangasem pada akhir abad ke-19 M membangunTaman Lingsar. Oleh sebab itu, kedua bangunan tersebut bolehdigunakan kapan saja menurut keperluan masing-masing. Sekalidalam setahun diadakan upacara bersama yaitu Perang Topat. Padahari yang sama mereka mengadakan kegiatan ritual di tempatmasing-masing (Pura dan Kemaliq) sesuai dengan cara masing-masing. Orang sasak penganut ajaran Wetu Telu pada umumnya percaya bahwa di Lingsar itu Raden Mas Sumilir dari kerajaan Medayin (dekat Bertais sekarang) sering mengunjungi tempattersebut untuk meminta kesuburan hujan. Lontar tentang silsilah rajatersebut dibaca setiap tanggal 12Rabiul-Awal tahun Hijriyah.Perang Topat diselenggarakan pada bulan keenam menurut perhitungan kalender Bali atau bulan ketujuh menurut kalender Sasak. Biasanya pada bulan November/Desember. Pada umumnyaupacara tersebut diadakan sebelum menanam padi, tetapi sudahmasuk musim penghujan. Perang topat dilaksanakan sebagai wujud kegembiraan dan rasa terima kasih kepada Yang Maha Kuasa dengan mengembalikan hasil tanam (berupa ketupat) ke asalnya (tanah diLingsar) biasanya ketupat-ketupat tersebut dipercaya sebagai pupuk (sasak: bubus lowong) agar benih padi yang akan ditanam dapat berhasil dengan baik. Kegiatan upacara ini dihadiri oleh warga"Subak Ancar".Di dalam sistem pemerintahan Bali pada waktu itu, rajamemegang pemerintahan, Pengadilan dan agama. Ketika Belandadatang berkuasa urusan pemerintahan dan pengadilan diambil alihsedangkan urusan keagamaan tetap dipegang oleh raja, maka dua buah bangunan sarana kegiatan ritual keagamaan tersebut beradadalam satu kompleks. Dan kini, pengelolaan kompleks itu berada pada satu institusi yaitu Krama Pura Lingsar.